ping fast  my blog, website, or RSS feed for Free Bagaimana Gambaran Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Klien Pasca Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU Dr. Slamet Garut? | BERBAGI KODE BLOG

Bagaimana Gambaran Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Klien Pasca Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU Dr. Slamet Garut?

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kesehatan merupakan fenomena yang kompleks dimana WHO mendefinisikan kesehatan sebagai suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial tidak hanya terbebas dari penyakit, kecacatan dan kelemahan (Long, 1996).
Tanggung jawab perawat dalam melaksanakan tugas pelayanan keperawatan kepada klien, cakupan adalah meningkatkan derajat kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, mengurangi dan menghilangkan penderitaan serta memulihkan kesehatan yang kesemuanya ini dilaksanakan atas dasar pelayanan yang paripurna.
Dalam melaksanakan tugas profesional yang berdaya guna dan berhasil guna perawat mampu dan ikhlas memberikan pelayanan yang bermutu dengan memelihara dan meningkatkan integritas pribadi yang luhur dengan ilmu dan keterampilan yang memadai serta dengan kesadaran bahwa pelayanan yang diberikan merupakan bagian dari upaya kesehatan secara menyeluruh tanggung jawab utama perawat adalah memberikan pelayanan kepada mereka yang membetulkan asuhan keperawatan (Hidayat, 2004,22).
Salah satu peran perawat adalah sebagai edukator, menurut Hidayat, 2004 peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
Pendidikan ini diberikan oleh perawat sesuai dengan perannya, untuk itu perawat harus memiliki pengetahuan tentang mobilisasi dini untuk diberikan kepada Klien dengan tujuan agar saat dirawat Klien mampu melakukannya baik secara mandiri maupun dibantu.
Pendidikan tentang mobilisasi dini merupakan hal yang sangat esensial yang harus diberikan perawat. Selain memiliki pengetahuan tentang mobilisasi dini perawat juga harus memiliki keterampilan mengenai teknik-teknik mobilisasi dini untuk proses pemulihan sesudah apendiktomi (Pillitteri, 1999).
Mobilisasi dini pada klien pasca apendiktomi dengan berbagai penyebab merupakan bagian integral dari pelayanan keperawatan dan dilakukan secara sistimatis sesuai keadaan dan kemampuan klien serta tidak terlepas dari pengetahuan perawat mengenai pelaksanaan mobilisasi dini. Pentingnya tindakan mobilisasi dini pada Klien pasca apendiktomi adalah salah satunya untuk mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi apendiktomi diantaranya pneumonia, thromboplebitis, gangguan eliminasi, gangguan gastrointestinal, gangguan kardiovaskuler, gangguan respirator, dan gangguan rasa nyaman (Oswari, 2000)
Mobilisasi pada klien pasca apendiktomi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus disadari dan dipenuhi oleh setiap individu, dengan mobilisasi keadaan homeostatis dalam tubuh dapat dipertahankan dan komplikasi yang timbul akibat imobilisasi dini dapat ditekan seminimal mungkin (Kozier,1991). Menurut Long (1996) mobilisasi dini dapat berpengaruh terhadap: (1) sistem perkemihan (buang air kecil dapat lebih cepat hingga akan mencegah retensi urin; (2) sistem pencernaan akan meningkatkan peristaltik usus sehingga akan mempermudah terjadinya flatus, mencegah terjadinya distensi abdomen, mencegah konstipasi, dan mencegah ilieus paralitik, (3) akan mempercepat proses penyembuhan luka; (4) mengurangi rasa nyeri akibat ketegangan otot yaitu dengan sirkulasi darah pada daerah tersebut menjadi lancar; (5) peningkatan kesadaran mental melalui peningkatan oksigen ke otak.
Klien sering kali dibebani oleh balutan, bebat sehingga tidak mampu untuk mengubah posisi berbaring secara konstan dalam posisi yang sama dapat mengarah pada luka dekubitus atau pneumonia (Smeltzer & Bare, 1997). Permasalahan ini tidak akan terjadi atau muncul serta dapat dihindari dengan melakukan kegiatan mobilisasi secara dini dalam kurun waktu 24 - 48 jam pasca operasi. Latihan umum dimulai segera mungkin setelah pembedahan lebih baik dalam 24 jam pertama yang dilakukan di bawah pengawasan untuk memastikan bahwa latihan tersebut dilakukan dengan tepat dan dengan cara aman (Brunner & Suddarth, 1997). Berdasarkan buku register ruangan bedah Agate periode bulan Januari sampai dengan Oktober 2009 di RSU Dr. Slamet Garut, didapatkan data bahwa jumlah klien yang dilakukan apendiktomi sebanyak 148 kasus dengan jumlah klien yang dioperasi diluar kasus apendiktomi sebanyak 796 kasus dengan jumlah klien yang dirawat 1529 klien. Kapasitas tempat tidur 34 klien, dengan jumlah perawat pada shif sore/malam 3 orang perawat, sedangkan untuk shif pagi sekitar 5 orang. Dengan jumlah tersebut tenaga perawat kurang memadai, sehingga dalam pelaksanaan mobilisasi belum dilakukan secara optimal. Adapun lama rawat pada kasus pasca operasi apendiktomi 5 hari, disamping itu sering dijumpai komplikasi berupa batuk-batuk, sulit untuk flatus, karena peristaltik bergerak tidak optimal, ditunjang dengan tidak kooperatifnya klien melakukan mobilisasi karena takut dan nyeri. 
Berdasarkan data dari Medical Record RSU Dr. Slamet Garut dari bulan Januari sampai dengan Oktober 2009 dari sekitar 148 klien yang dioperasi apendiktomi yang tidak dimobilisasi sekitar 37 klien dengan jumlah hari rawat berkisar 6 sampai dengan 7 hari dan banyak terjadi komplikasi diantaranya gangguan sistem pernafasan, gangguan sistem gastrointestinal, dan gangguan sistem muskuloskeletal.
Secara normal perawatan apendiktomi dengan apendiksitis akut pada hari pertama sudah harus mampu melakukan mobilisasi dengan berjalan, dan klien meninggalkan rumah sakit dalam waktu tiga sampai dengan lima hari sesudah operasi serta sudah aktif kembali seperti dalam jangka waktu tidak minggu. Dari uraian di atas, maka pelaksanaan mobilisasi dini merupakan salah satu tindakan penting yang harus dilakukan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, dimana perawat bertanggung jawab di dalam memberikan pelayanan keperawatan, dari yang bersifat sederhana sampai yang kompleks. Pelayanan keperawatan dijalankan baik secara langsung maupun secara delegasi kepada teman sejawat (Schorck dan Theodore, 1995).
Dalam mengantisipasi hal seperti ini yaitu dengan melaksanakan perawatan yang paripurna, mulai dari kegiatan persiapan pra operasi sampai dengan pasca operasi dalam hal ini perawat dituntut secara profesional untuk bisa melaksanakan mobilisasi dini mulai dari pendidikan kesehatan tentang pentingnya mobilisasi dini sampai dengan mengaplikasikannya pada klien tersebut.
Berdasarkan data tersebut di atas penulis tertarik untuk meneliti masalah perawatan pasca apendiktomi yang berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini. Hal ini dilakukan karena pelaksanaan mobilisasi dini menjadi hal penting dalam perawatan pasca operasi apendiktomi yang akan mempercepat proses penyembuhan sehingga lama perawatan menjadi singkat dan biaya perawatan menjadi rendah.
Gambaran pelaksanaan mobilisasi pasca apendiktomi yang diteliti pada penelitian ini yaitu persiapan, pelaksanaan dan evaluasi.

1.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka permasalahan yang diangkat adalah “Bagaimana Gambaran Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Klien Pasca Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU Dr. Slamet Garut?”

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan mobilisasi dini pada klien pasca apendiktomi di ruang perawatan bedah RSU Dr. Slamet Garut. 

1.1.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengidentifikasi persiapan pelaksanaan mobilisasi dini pada klien pasca apendiktomi di ruang 
    perawatan bedah RSU Dr. Slamet Garut.
2) Untuk mengidentifikasi pelaksanaan mobilisasi dini pada klien pasca apendiktomi di ruang perawatan 
    bedah RSU Dr. Slamet Garut.
3) Untuk mengidentifikasi evaluasi pelaksanaan mobilisasi dini klien pasca apendiktomi di ruang perawatan 
    bedah RSU Dr. Slamet Garut.

1.4 Manfaat Penelitian 
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapt memberikan gambaran secara objektif bagaimana pelaksanaan mobilisasi dini terhadap klien dengan pasca apendiktomi di RSU Dr. Slamet Garut.

1.4.2 Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, tolak ukur untuk evaluasi diri mengenai pelaksanaan mobilisasi dini terhadap klien pasca apendiktomi, sehingga asuhan keperawatan dapat diberikan secara optimal.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam meneliti hal-hal yang berkaitan dengan perawatan pasca apendiktomi.

1.5 Ruang Lingkup
Pada penelitian ini penulis hanya membahas tentang persiapan, pelaksanaan dan evaluasi mobilisasi dini pada Klien post operasi apendiktomi.

BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Apendiktomi 
2.1.1 Pengertian
Apendiks adalah ujung seperti jari kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci) melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendeks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumenya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat terutama rentang terhadap infeksi (apendisitis). (Brunner & Suddarth, 2001).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks yang merupakan kasus akut gawat abodmen klinis yang berbeda antara satu penderita dengan penderita lainnya yang membutuhkan tindakan operasi dengan melibatkan pemotongan atau pengangkatan sebagian dari apendeks yang merupakan jenis operasi dengan resiko untuk terjadinya infeksi luka operasi yang sampai sekarang merupakan masalah dalam operasi. (Sjamasudiat, 1997). Juga merupakan peradangan apendiks yang relatif sering dijumpai yang dapat timbul tanpa sebab yang jelas, atau timbul setelah obstruksi apendiks oleh tinja, atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya. (Elizabeth J. Corwin, 2000).

2.1.2 Insidensi
Apendisitis dapat terjadi pada semua umur, tersering terjadi pada usia 10 – 30 tahun dan jarang pada bayi dan anak-anak karena bentuk anatomis apendeks kerucut sehingga mudah terjadi obstruksi. Inisiden tertinggi biasanya berhubungan dengan jumlah jaringan yaitu limpoidnya terbanyak dibandingkan dengan usia lainnya. Sedangkan perbandingan antara laki-laki dengan wanita sebelum dan sesudah pubertas 1:1, pubertas 2:1 di negara-negara barat, 1,6% penduduknya menderita apendisitis akut dilakukan apendiktomi (Hamilton, 1992).

2.1.3 Etiologi
Obstruksi lumen apendiks merupakan etiologi utama terjadinya apendiksitis akut. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya multiplikasi mikroorganisme di dalam lumen apendiks dan invasi ke dinding apendiks sehingga timbul peradangan.
Faktor yang menyebabkan obstruksi tersebut merupakan predisposisi terjadinya apendiksitis akut, antara lain: hiperplastidas folikel lympoid submukosa, fekal, benda asing dan struktur atau tumor pada dinding apendiks di atas caecum. Terjadinya apendiksitis yang disebabkan oleh faktor-faktor di atas tergantung pada interaksi keadaan berikut yaitu: sifat dari isi lumen, derajat obstruksi, kontinuitas sekresi dari mukosa apendiks, dan sifat elastis dari serosanya. (Schrock dan theodore, 1995).

2.1.4 Manifestasi Klinik

Perkembangan klasik dari gejala adalah anoreksia (hampir semua mengalami), diikuti dengan nyeri periumbikal konstan derajat sedang dengan pergeseran dalam 4 – 6 jam menjadi nyeri tajam pada kuadran kanan bawah. Posisi ujung apendiks yang bervariasi atau malrotasi, memungkinkan variabilitas dari lokasi nyeri. Selanjutnya dapat terjadi episode muntah bersamaan dengan obstipasi atau diare. Tanda-tanda vital memperlihatkan tachikardi ringan atau kenaikan temperature, apendeks anterior memberikan nyeri tekan maksimum, kekauan otot (defence muscular) dan nyeri lepas pada titik Mc. Burney (sepertiga jarak dari spina illiaka anterior ke umbilikus). Ditemukan leukositosis sedang 10.000 – 18.000/mm3, radiografi foto polos abdomen dapat memperlihatkan distensi sekum, satu atau dua lingkaran usus yang berdistensi atau fekalit pada kuadran kanan bawah menandakan apendisitis. (Schwartz, 2000).

2.1.5 Patofisiologi
Adanya obstruksi pada lumen apendiks mengakibatkan akumulasi mukus dalam lumen sehingga tekanan intra lumen meningkat. Hal ini mengakibatkan bakteri icirulent dalam lumen apendiks mengubah mukus menjadi pus, sedangkan produksi mukus terus berjalan dan karena terdapatnya penurunan elastisitas serosa yang relatif mengakibatkan tekanan intra lumen terus meningkat.
Adanya peningkatan tekanan tersebut mengakibatkan aliran limphatik terganggu sehingga terjadilah udema apendiks dan diapedesis dini bakteri berupa adanya gambara ulserasi-ulserasi mukosa. Keadaan ini disebaut sebagai keadaan apendisitis akut.
Pada pemeriksaan gross specimen apendisitis akut tampak adanya gambaran inflamasi. Gambaran imflamasi ini terbagi atas: apendisitis katalis, apendisitis obstruksi dimana distal dari obstruksinya akan tampak implamasi akut, distensi berisi pus dan pada tahap berikutnya menjadi apendisitis gangrene sampai perporasi. (Brunner & Suddarth, 2001).

2.1.6 Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan intravena (IV) diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Tujuan keperawatan mencakup menghilangkan nyeri, mencegah kekurangan volume cairan, mengurangi ancietas, menghilangkan infeksi karena potensial atau gangguan actual salurang gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mendapatkan nutrisi yang optimum.

2.1.6.1 Operasi
1) Apendiktomi merupakan satu-satunya pengobatan apendisitis sederhana atau apendisitis perforasi yang 
   disertai peritonitis kalau tersedia fasilitas serta personalitas yang adekuat. Kalau tidak, sebagai gantinya 
   diberikan antibiotic dosis tinggi.
2) Apendiks dibuang kalau apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam 
    fisiologis atau antibiotik drainase tak berguna kecuali terdapat abses yang berbatas tegas.
3) Abses apendeks diobati dengan antibiotic IV, masanya mungkin mengecila tau abses mungkin 
    memerlukan  drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan apabila abses 
   didrainase atau dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan. (Cloud, 1993; Lally, 2001)

2.1.6.2 Persiapan Sebelum Operasi
Program instruksi yang didasarkan pada kebutuhan individu direncanakan dan diimplementasikan pada waktu yang tepat. Instruksi dibagi dalam beberapa periode waktu untuk memungkinkan klien mengasimilasi informasi untuk mengajukan pertanyan ketika timbul pertanyan.
Penyuluhan tersebut harus melebihi deskripsi tentang berbagai langkah-langkah prosedur dan harus mencakup penjelasan tentang sensasi yang klien akan alami.
Pengaturan waktu yang tepat untuk penyuluah pra operasi selama kunjungan pra masuk ketika pemeriksaan diagnostik sedang dilakukan. Perawat dan tenaga kesehatan lain dapat menjawab pertanyaan dan memberikan kesempatan untuk penyuluhan klien dan membangun hubungan. (Brunner & Suddarth, 2002).
Salah satu tujuan dari asuhan keperawatan praoperatif adalah untuk mengajar pasien cara untuk meningkatkan ventilasi par dan oksigenasi darah setelah anestesi umum. Hal ini dicapai dnegan memperagakan pada klien bagaimana melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal, MSI) dan bagaimana menghembuskan nafas dengan lambat. Klien diletakkan dalam posisi duduk untuk memberikan ekspansi paru yang maksimum. Setelah melakukan latihan nafas dalam beberapa kali, klien diinstruksikan untuk bernafas dalam-dalam, menghembuskan melalui mulut, ambil nafas pendek, dan batukkan dari bagian paru yang paling dalam. Selain meningkatkan pernapasan, latihan ini membantu klien untuk relaksasi.
Bila akan dilakukan insisi abdomen atau toraks, perawat memperagakan bagaimana garis inisi dapat dibebat sehingga tekanan diminimalkan dan nyeri terkontrol. Pasien harus membentuk jalinan kedua telapak tangannya dengan kuat. Lalu meletakkan jalinan tersebut meintang ketika batuk.selain itu, klien diinformasikan bahwa medikasi akan diberikan untuk mengontrol nyeri.
Tujuan dalam meningkatkan batuk adalah untuk memobilisasi sekresi sehingga dapat dikeluarkan. Ketika dilakukan nafas dalam sebelum batuk, refleks batuk dirangsang. Jika klien tidk dapat batuk secara efektif, pneumonia hipostatik dan komplikasi paru lainnyadapat terjadi.
Tujuan peningkatan pergerakkan tubuh secara hati-hati pad pascaoperatif adalah untuk memperbaiki sirkulasi, untuk mencegah statis vena, dan untuk menunjang fungsi pernapasan yang optimal.
Klien ditunjukkan bagaimanacara untuk berabalik dari satu sisi ke sisi lainnya dan cara untuk mengambil posisi lateral. Posisi ini akan digunakan pada pasca operatif (bahkan sebelum klien sadar) dan dipertahankan setiap dua jam.
Latihan ekstremitas melipti ekstensi dan fleksi lutut dan sendi panggul (sama dengan megnendarai sepeda selama posisi berbaring miring). Telapak kaki diputarkan ibu jari kaki. Siku dan bahu juga dilatih ROM. Pada awalnya klien akan dibantu dan dingatkan untuk melakukan latihan ini, tetapi selanjutnya dianjurkan untuk melakukan latihan secara mandiri. Tonus otot dipertahankan sehingga ambulasi akan lebih mudah dilakukan.
Klien diingatkan untuk tetap menggunakan mekanik tubuh yang tepat dan menginstruksikan klien untuk melakukan halyang sama. Ketika klien dibaringkan dalam posisi apa saja, tubuhnya dipertahankan dalam kelurusan yang sesuai. 

2.1.6.3 Perawatan Sesudah Operasi
Menurut Attree dan Merchant (1996), perawatan segera setelah operasi yang dilakukan dengan mobilisasi meliputi hal-hal berikut:
1) Mempertahankan respirasi
2) Untuk mempertahankan sistem operasi yang sempurna setelah dilakukan operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan mengatur posisi klien sampai reflek-reflek pelindung pulih. Posisi yang diberikan pada Klien pasca apendiktomi yaitu miring kiri atau setengah telengkup dengan kepala ditengadahkan ke belakang dan rahang ke depan dengan memutarkan seluruh badan. Memutar dan mengatur posisi yang sering sekurang-kurangnya dua sampai tiga jam sekali dapat membantu kelancaran ventilasi yang baik dari paru-paru. Klien hendaknya dianjutkan untuk membantu memutar badan, merubah posisi fowler yang tinggi sehingga memungkinkan gerakan diafragma dan merubah posisi fowler rendah akan memperlancar drainase dan ekspektoran sekresi respiratori. Bila klien berbaring ke satu arah yang disertai tekanan yang terus menerus karena bobot badan terhadap dinding thorax sehingga ventilasi tidak sempurna dan terjadi penumpukan cairan pada sisi thorax yang tertekan dan bisa menimbulkan atelektasis.
3) Meningkatkan penyembuhan luka
Intervensi untuk memperlancar penyembuhan luka antara lain dengan melaksankan usaha memperlancar sirkulasi dengan cara mobilisasi dini baik secara aktif maupun pasif. Penyembuhan memerlukan sel-sel yang dibutuhkan untuk menentang infeksi dan nutrisi yang dihantarkan kepada luka, jaringan rusak, dan sel mati dibersihkan.
4) Meningkatkan Sirkulasi
Klien harus dilatih agar tidak berbaring terlalu lama, latihan yang dapat dilakukan antara lain dengan latihan kaki yang terdiri dari latihan memompa otot, latihan quadrisep dan latihan mengencangkan gluteal, latihan duduk (dangling) dengan kaki menjuntai, meninggikan kaki dan ambulasi dini. Latihantersebut dapat mencegah tromboplebitis pasca bedah dapat dicegah.
5) Mempertahankan eliminasi
Mencegah terjadinya konstipasi pasca bedah dengan mengusahakan pergerakan maksimal sejauh yang diizinkan.
6) Mencegah distensi abdominal dan nyeri karena gas
Distensi pasca bedah apendiktomi akibat dari penumpukkan gas yang tidak dapat diabsorpsi dalam ntestinal merupakan reaksi terhadap pengelolaan usus pada saat operasi. Karena banyak menelan udara pada saat pemulihan dari anastesi atau usaha untuk menghilangkan mual dan masuknya gas dari aliran darah ke bagian perut yang atonis. Nyeri akibat gas adalah disebabkan oleh kontraksi dari bagian usus yang tidak menderita sebagai usha untuk menolak penumpukkan gas pada saluran gas.
Intervensi yang dapat menolong berlalunya gas dalam kolon dan mengeluarkannya:
1) Ambulitori merupakan metode yang paling baik untuk merangsang peristaltik dan menggerakkan udara sehingga dapat terbuang.
2) Latihan menggerakkan udara dari kiri ke kanan guna mencegah penumpukkan.
a) Berbaring terlentang kaki diluruskan dipasang bantal
b) Lipatan dengkul kanan gerakkan ke arah abdomen
c) Tempatkan tangan pada dengkul dan tarik ke bawah ke arah abdomen
d) Tahan posisi selama hitungan sampai sepuluh
e) Keawahkan kaki perlahan-lahan
f) Menarik nafas dalam perlahan-lahan
g) Ulangi gerakkan dengan kaki kira
h) Ulangi langkah a) sampai dengan g) sebanyak tiga sampai empat kali
3) Menggerakkan pelvis untuk merangsang peristaltik
a) Berbaring terlentang
b) Keluarkan nafas perlahan-lahan pada waktu menegangkan otot perut, bersamaan dengan itu menekan punggung pada tempat tidur.
c) Istirahat kemudian mengulangi gerakkan beberapa kali.
Rasa nyeri sayatan dapat dikurangi dengan :
a) Mendorong klien agar mau bergerak di tempat tidur atau ambulatori untuk mengurangi rasa nyeri akibat ketegangan otot dan melancarkan sirkulasi pada daerah itu.
b) Menggerakkan yang cedera secara keseluruhan
c) Menunjang anggota gerak dengan bantal bila digerakkan.
4) Mempertahankan aktifitas
Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat proses pemulihan pasca bdah dan dpat mencegah komplikasi pasca bedah. Mobilisasi dini yang dapat dilakukan antara lain turun dari tempat tidur dan latihan berjalan.

2.1.7 Komplikasi
1) Perforasi terjadi pada 20% klien, rasa nyeri yang menyebar dan jumlah leukosit yang meningkat, demam tinggi, merupakan tanda kemungkinan perforasi.
2) Peritonitis (difus atau umum) merupakan salah satu akibat dari perforasi
3) Abses apendiks merupakan sebab lain dari perforasi
4) Plebitis (tromboplebitis septik vena portal)
5) Infeksi luka terjadi pada 10% atau lebih penderita apendiksitas yang mengalami perforasi kalau insisi pada kulit ditutup primer. Abses abdomen, khususnya di daerah pelvis dan subfenik diakibatkan karena perforasi yang disertai dengan peritonitis. (Schrock & Theodore, 1995).
6) Durante Operasi: perdarahan intra peritoneal, dinding perut, robekan sekum atau usus lain.
7) Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi, hematom, paralitik ileus, peritonitis, fistel usus, abses intraperitoneal.
8) Pasca bedah lanjut : Streng ileus, hernia sikatrikalis.

2.2 Konsep Dasar Mobilisasi Dini
2.2.1 Pengertian Mobilisasi

Mobilisasi adalah kemampuan menggerakkan anggota tubuh secara bebas dan normal sebagai hasil daripada energi dan sebagai kebutuhan dasar bagi manusia, (Kozier, 1983:583).
“Mobilisasi adalah kemampuan menggerakkan sesuatu secara bebas, sebagai contoh pada tingkat seks, mobilitas menggambarkan pertukaran daripada ion-ion melalui membran sel, pada tingkat tubuh tampak sebagai pergerakkan tulang persendian dan sistem otot, secara keseluruhan dapat menunjukkan seluruh aktifitas sehari-hari.” (Atkinson, 1982:956).
Dari berbagai pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu usaha untuk menggerakkan bagian tubuh secara bebas dan normal baik secara aktif maupun pasif untuk mempertahankan sirkulasi, memlihara tonus otot-otot dan mencegah kekakuan otot.
Mobilisasi dini adalah suatu kegiatan dalam memberikan bantuan atau bimbingan gerakkan aktivitas secara aktif maupun pasif yang diberikan pada saat tirah baring agar klien dapat beraktivitas dengan segera. (Muslim, 1996:6).

2.2.2 Tujuan Mobilisasi Dini
Menurut Muslim (1996:84), tujuan mobilisasi dini adalah agar penderita secepatnya dapat bangkit dari tempat tidur dan bebas dari ketergantungan pada pihak lain, terutama dalam kegitan hidup sehari-hari, sedangkan menurut Kottke (1982), menyebutkan tujuan mobilisasi adalah untuk mencegah terjadinya bronchopneumonia, kekauan sendi, thromboplebitis, atropi otot, penumpukkan secret pada saluran pernafasan, mengurangi rasa nyeri pada sisi yang lumpuh, melancarkan sirkulasi darah, mencegah kontraktur, dekubitus dan memelihara faal kandung kemih agar tetap berfungsi dengan baik dan Klien dapat segera beraktifitas.

2.2.3 Manfaat Mobilisasi Dini
Menurut Kottke (1982), manfaat mobilisasi dini adalah:
1) Peningkatan kecepatan dan kedalaman pernafasan sehingga mencegah terjadinya atelektase dan brochpneumonia.
2) Untuk meningkatkan kekuatan otot, melenturkan otot-otot, mencegah spastis/atropi otot, kontraktur, dekubitus dan gangguan eliminasi.
3) Peningkatan berkemih sehingga dapat mencegah retensi urin
4) Untuk meningkatkan perfusi jaringan ke daerah otak
5) Untuk memudahkan ventilasi ke semua daerah alveolar secara periodic.
6) Untuk mencegah hipotensi ortostatis
7) Dalam waktu singkat klien dapat seera keluar dari tempat tidur dan jangka panjang klien dapat kembali ke lingkungan dan memelihara diri.
8) Mengurangi lamanya perawatan dan untuk mencapai nilai efektifitas dan efisiensi pelayanan seperti biaya perawatan, segera pulihnya fungsi fisik dan mengurangi sikap ketergantungan.

2.2.4 Prinsip Mobilisasi
Kottke (1982), prinsipi-prinsip mobilisasi adalah:
1. Untuk mencegah dan mengurangi komplikasi sekunder seminimal mungkin
2. Menggantikan hilangnya fungsi motorik
3. Memberi dorongan untuk bersosialisasi
4. Meningkatkan motivasi
5. Memberi kesempatan untuk dapat berfungsi dan melakukan aktivitas sehari-hari
6. Memungkinkan untuk dapat melakukan pekerjaan seperti sebelumnya.

2.2.5 Dampak Mobilisasi Dini pada Klien Pasca Bedah
Menurut Long (1996) & Oswari (2000) efek mobilisasi dini pada pasca bedah adalah:
1. Sistem respirasi
Meningkatkan kesadaran mental sebagai dampak dari peningkatan oksigen ke otak, meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernafasan dan dapat mencegah terjadinya atelektasis dan pneumonia hipostatik.
2. Sistem Sirkulasi
Memelihara beban kerja jantung yang teratur, mempertahankan pengaturan tekanan darah yang normal, mempercepat proses penyembuhan luka melalui suplai nutrisi ke jaringan daerah luka, dapat mencegah tromboplebitis, meningkatkan kelancaran fungsi ginjal dan mengurangi rasa nyeri.
3. Sistem Urinaria
Meningkatkan pembentukkan air kemih dan meningkatkan pengosongan kandung kemih sehingga dapat mencegah retensi urin
4. Sistem Gastrointestinal
Mempertahankan eliminasi fecal melalui kegiatan otot dan reflek visceral, memudahkan terjadinya flatus, mencegah distensi abdominal dan nyeri akibat gas, mencegah konstipasi dan mencegah terjadinya ilieus paralitik
5. Sistem Muskuloskeletal
- Meningkatkan kekuatan otot, melenturkan otot-otot dan mencegah spastisitas otot dan kontraktur.
- Mencegah berkurangnya tonus otot dan mengembalikan keseimbangan nitrogen.

2.2.6 Langkah-langkah Mobilisasi Pasca Apendiktomi
Menurut Caldwell dan Hegner (2003) langkah-langkah melakukan mobilisasi pasca apendiktomi terdiri dari:
1) Perubahan posisi miring kiri dan miring kanan setiap 2 jam sekali, dilanjutkan dengan mengatur posisi semi fowler dan diakhiri latihan nafas dalam dan batuk.
2) Lakukan latihan kaki sebanyak 3-5 kali sedikitnya setiap 1 atau 2 jam sekali. Latihan kaki dapat mendoroang kestabilan sirkulasi dengan mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah.
3) Membantu Klien untuk melakukan latihan duduk dengan kaki menjuntai di tempat tidur (dangling)
4) Melakukan ambulasi awal dengan latihan berjalan singkat. Dalam melakukan ambulasi awal perawat harus waspada terhadap tanda-tanda kelelahan atau pusing pada Klien dan bantu untuk merubah posisi dengan peralahan-lahan.


2.3 Gambaran Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Klien Pasca Apendiktomi 
2.3.1 Persiapan 
2.3.1.1 Pengertian
Persiapan adalah suatu kegiatan pengumpulan data dari hasil pemeriksaan secara obseravasi dan pengukuran untuk dijadikan bahan pertimbangan dan indikasi terhadap pelaksanaan mobilisasi meliputi pemeriksaan fisik, kesiapan klien, lingkungan, saran dan prasarana.

2.3.1.2 Langkah-langkah Persiapan
Persiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan seperti (1) review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan ; (2) menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang dipferlukan; (3) mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul; (4) menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan; (5) mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan; (6) mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan. (Nursalim, 2001).
Dari kegiatan tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1) Review antisipasi tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan disusun untuk promosi, mempertahankan dan memulihkan kesehatan klien.Oleh karena itu dalam melaksanakan tindakan perawatan ada beberapa kriteria khusus yang harus dipenuhi seperti:
- Konstan sesuai dengan rencana
- Berdasarkan dengan prinsip ilmiah
- Ditunjukkan kepada individu sesuai dengan kondisi klien
- Digunakan untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik dan aman
- Memberikan penyuluhan dan pendidikan kepada klien
- Penggunaan sarana dan prasaran yang memadai
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
Perawat harus mengindetifikasi tingkat pengetahuan dan keterampilan untuk tindakan keperawatan. Hal ini akan menentukan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan.
3) Mengetahui komplikasi yang timbul
Prosedur tindakan keperawatn mungkin berakibat terjadinya resiko tinggi pada klien, oleh karena itu perawat harus menyadari kemungkinan timbulnya komplikasi sehubungan tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan. Keadaan yang demikian memungkinkan perawat untuk melakukan pencegahan dan mengurangi resiko yang timbul.
4) Mempersiapkan peralatan yang diperlukan seperti: Waktu, Tenaga dan Alat .
5) Mempersiapkan lingkungan yang kondusif
Keberhasilan suatu tindakan ditentukan pula oleh perasaan klien yang aman dan nyaman. Lingkungan yang nyaman mencakup komponen fisik dan psikologis.
6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik
Perawat harus memperhatikan unsur-unsur hak dan kewajiban, hak dan kewajiban perawat atau dokter, kode etik keperawatan, dan hukum keperawatan.

2.3.1 Pelaksanaan Mobilisasi Dini 
2.3.2.1 Pengertian
Pelaksanaan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan perencanaan dalam upaya meningkatkan status kesehatan klien yaitu dengan mobilisasi dini, pelaksanaan mobilisasi dimulai dengan miring kanan, miring kiri, posisi kepala ditinggikan, duduk semi fowler, duduk dengan kaki terjuntai ke awah (dangling), jalan perlahan dan dipapah tanpa kontraindikasi tertentu. Kemudian perawat mengulang kegiatan tersebut supaya klien dan keluarga dapat mencontoh dan dengan segera dapat memberitahukan perawat bila terjadi sesuatu. Seperti dikutif dari buku karangan Nursalam yaitu dalam buku proses dan dokumentasi keperawatan (2001), pelaksanaan yaitu inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan tersusun dan ditunjukkan kepada nursing oders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapakan. Oleh karena iturencana tindakan yang spesifik dilaksanakan memodifikasi faktor-faktor yang memperngaruhi masalah kesehatan klien.

2.3.2.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan ini adalah untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulandata dan memilih tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.

2.3.3 Evaluasi 
2.3.3.2 Pengertian 
Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatn, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untu memonitor kealfaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan (Ignatavicius & Bayne, 1994) seperti dikutip oleh Nursalam.
Menurut Griffith & Christensen (1986) evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Dengan pengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan, maka perawat bisa menentukan efektifitas tindakan keperawatan.

2.3.3.3 Evaluasi
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawtan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan.
1) Mengakhiri rencna tindakan keperawatan
2) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
3) Meneruskan rencana tindakan keperawatan

2.3.3.4 Proses Evaluasi
Proses evaluasi meliputi:
1) Mengukur pencapaian tujuan
2) Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan


2.4 Konsep Definisi Operasional dan Kerangka Konsep 
2.4.1 Konsep Definisi Operasional 
2.4.1.1 Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan menggerakkan anggota tubuh secara bebas dan normal sebagai hasil daripada energi dan sebagai kebutuhan dasar bagi manusia (Kozier, 1983:583).
Mobilisasi adalah suatu kegiatan dalam memberikan bantuan atau bimbingan gerakan aktifitas secara aktif atau fasif yang diberikan pada saat tirah baring agar klien dapat beraktifitas dengan segera. (Muslim, 1996:6).

2.4.1.2 Pasca Apendiktomi
Pasca apendiktomi adalah periode setelah dilakukan operasi apendiktomi yang dimulai sejak klien keluar dari ruang pemulihan hingga pemulihan lengkap (Hopper and William, 2003). Adapun apendiktomi adalah suat tindakan pembedahan yang diindikasikan untuk mengangkat apendiks. (Brunner & Suddarth, 1997).

2.4.1.3 Pelaksanaan Mobilisasi
Pelaksanaan mobilisasi dini terhadap klien dengan pasca operasi apendiktomi merupakan serangkaian kegiatan mobilisasi yang dilakukan perawat dan klien sendiri dibantu oleh keluarga untuk mencegah komplikasi, penyembuhan luka yang optimal, dan pemulihan sistem tubuh terhadap efek narkose umum mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan mobilisasi dini, mengevaluasi pasca mobilisasi.
1. Persiapan
Persiapan adalah suatu kegiatan pengumpulan data dari hasil pemeriksaan secara observasi dan pengukuran untuk dijadikan bahan pertimbangan dan indikasi terhadap pelaksanaan mobilisasi meliputi pemeriksaan fisik, kesiapan klien, lingkungan, sarana dan prasarana.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perawat sesuai perencanaan dalam meningkatakan status kesehatan klien yaitu dengan mobilisasi dini, pelaksanan mobilisasi dimulai dengan miring kanan dan miring kiri, posisi kepala ditinggikan, duduk semi fowler, duduk dengan kaki terjuntai ke bawah (dangling), jalan perlahan dan dipapah tanpakontraindikasi tertentu. Kemudian perawat mengulang kegiatan tersebut supaya klien dan keluarga dapat mencontoh dan segera dapat memberitahukan perawat bila terjadi sesuatu.
3. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan yang dilakukan dalam menilai hasil pelaksanaan mobilisasi dini pada klien pasca apendiktomi meliputi evaluasi perawat terhadap pelaksanaan mobilisasi ini reaksi yang ditimbulkan setelah dilakukan mobilisasi dini, bagaimana sikap klien terhadap perawat, menilai pengetahuan dan kemampuan klien dan keluarga. 

2.4.2 Kerangka Konsep
Pada penulisan ini penulis ingin mengetahui tentang pelaksanaan mobilisasi dini pada klien dengan pasca apendiktomi di ruang bedah RSU Dr. Slamet Garut. Dalam pelaksanaan rencana mobilisasi diperlukan keterlibatan perawat, klien itu sendiri dan keluarga.
Klien dengan pasca apendiktomi akan muncul beberapa masalah diataranya, peristaltik menurun mengakibatkan sulit platus, kembung, nyeri, kemudian sistem pernafasan klien akan mengalami batuk-batuk karena banyak secret, kemudian sesak, gangguan eliminasi seperti sulit bak dan bab, maka untuk mengurangi masalah yang timbul harus dilakukan mobilisasi. Pnelitian yang menunjukkanbahwa nyeri berkurang bila ambulasi dini diperbolehkan catatan perbandingan memperlihatkan bahwa frekwensi nadi dan suhu tubuh kembali normal lebih cepat bila klien berupaya untuk mencapai tingkat aktifitas normal (Brunner & Suddarth, 1997). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi diantaranya kemampuan pengetahuan perawat, klien dan keluarga itu sendiri, kondisi fisik, sarana prasarana, sikap dan motivasi klien.
Adapun keuntungan mobilisasi diantaranya peristaltik akan segera normal, eliminasi berjalan normal, penyembuhan luka sesuai dengan waktunya, lama rawat akan singkat bahkan biaya pun jadi rendah. Pelaksanaan mobilisasi dilakukan oleh perawat melalui persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Kriteria yang dapat dilihat dari pelaksanaan mobilisasi apakah termasuk kategori baik, cukup dan kurang.

DIAGRAM 2.1
KERANGKA PEMIKIRAN
 
KERANGKA PEMIKIRAN
Sumber : Nursalam, 2003.

DIAGRAM 2.2
RANCANGAN PENELITIAN
 
RANCANGAN PENELITIAN


  
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian dan kerangka pemikiran yang telah dibahas pada latar belakang, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriftif yang bertujuan memaparkan kejadian yang sedang terjadi pada saat penelitian dilaksanakan (A. Alimul H, 2003). Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk membuat gambaran atau deskriftif tentang suatu keadaan secara objektif mengenai pelaksanaan mobilisasi dini pada klien pasca Apendiktomi di RSU Dr. Slamet Kabupaten Garut.

3.2 Variabel dan Sub Variabel Penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan perbedaan sesuatu, bisa berupa benda atau manusia (Nursalam, 2003). Variabel juga objek penelitian bervariasi (Arikunto, S, 1998).
Variabel dalam penelitian ini adalah pelaksanaan mobilisasi dini pada klien pasca Apendiktomi dengan sub variabel-variabelnya meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi.
3.3 Definisi Operasional
 
Definisi Operasional 

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik yang akan diteliti (A.A. Alimul H, 2003) atau keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1998). Populasi dalam penelitian ini adalah semua kegiatan pelaksanaan mobilisasi dini pada klien pasca Apendiktomi yang ada selama periode penelitian berlangsung, yang dilakukan oleh perawat pelaksana yang bekerja di ruang bedah umum RSU Dr. Slamet Garut yang langsung menangani klien pasca Apendiktomi.

3.4.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagai jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi atau bagian populasi yang akan diteliti (A.Aziz Alimul H, 2003). Teknik penarikan sampel dalam penelitain ini adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan tertentu (Arikunto, 1998). Atau suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, hingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2003).
Jadi sampel yang digunakan adalah semua besarnya populasi 148 kegiatan pelaksanaan mobilisasi dini yang dilakukan oleh perawat di ruang perawatan bedah RSU dr. Slamet Garut.

3.5 Tekhnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dnegan menggunakan tekhnik observasi yaitu suatu prosedur yang berencana antara lain meliputi, melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktifitas tertentu yang ada hubungan dengan masalah yang diteliti (Notoatmojo, 2002).
Observasi dilakukan secara objektif, langsung dan sistematis. Pada penelitian ini digunakan metode observasi non partisipasi kegiatan pada subjek yang diamati. Hal ini dilakukan agar responden benar-benar melakukan kegiatan mobilisasi dini pada klien pasca Apendiktomi. Selain pengukuran dilakukan dengan observasi, penulis pun melakukan studi dokumentasi seperti yang tertera dalam format observasi pada tahap persiapan, pelaksanan dan evaluasi selama penelitian berlangsung.

3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (Arikunto, 1996). Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adlah pedoman observasi selama proses pelaksanaan mobilisasi dini pada klien pasca Apendiktomi di RSU dr. Slamet Garut mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Alat observasi yang digunakan dibuat dan dikembangkan oleh peneliti. Adapun instrumen merupakan lembar observasi berupa daftar tilik (check list) yaitu suatu daftar yang berisi faktor-faktor yang diteliti dan dalam hal ini adalah pelaksanaan mobilisasi dini pada klien pasca Apendiktomi yang diberikan oleh perawat ruang bedah RSU dr. Slamet Garut.
Dalam penyusunan daftar observasi ini peneliti menjabarkan erdasarkan variabel yaitu pelaksanaan mobilisasi dini pada klien pasca Apendiktomi yang dijabarkan melalui sub-sub variabel penelitian yaitu tahap persiapan pelaksanaan dan evaluasi. Selain itu juga pengembangan format observasi mengacu pula dari catatan klien yang sudah disediakan di ruangan.

3.7 Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen
Dalam penelitian ini maka dapat mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti. Benar tidaknya data, sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Instumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan yang penting yaitu valid dan reliabel. (Arikunto, 1998).

3.7.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 1998). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Uji validitas dilakukan untuk menguji ketepatan suatu item dalam pengukuran instrumennya (Sugiyono, 2005). Dalam penelitin ini, validitas instrumen untuk mengukur gambaran pelaksanaan mobilisasi dini pada klien pasca Apendiktomi yaitu mengunakan uji validitas dengan memakai pengujian validitas isi (validitas content). Keputusan-keputusan biasanya didasarkan pada riset sebelumnya dalam bidang tertentu dan pendapat-pendapat ahli. Dalam penelitian ini isi instrumen dikonsulkan kepada pembimbing dan beberapa dosen yang terkait dengan bidang ilmu dalam penelitian ini, dengan hasil instrumen yang dibuat oleh peneliti dilakukan beberapa perubahan berdasarkan masukan dari tim evaluator.

3.7.2 Uji Reabilitas
Reabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dan dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu sudah baik (Arikunto, 2005). Reabilitas adalah kesamaan hasil atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu berlainan (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini peneliti menguji reabilitas instrumen dengan menggunakan rumus K – R20 (Kuder Richardson, 20) dibantu dengan software SPSS versi 12.
Uji Reabilitas
Instrumen dinyatakan realibel bila nilai r ³ 0,7 dan hasil uji reabilitas instrumen penelitian ini menunjukkan nilai r = 0,75 berarti instrumen bisa digunakan untuk penelitian.

3.8 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Setelah dilakukan observasi maka kelengkapan data dicek kemudian hasil observasi dikoding dengan memberi score 0 (nol) untuk yang tidak ilakukan dan 1 (satu) untuk yang dilakukan, kemudian data diolah dan dianalisa dengan tekhnik prosentase setiap item dari sub variabel-variabel yang diobservasi dalam penelitian ini. Pengukuran kegiatan mobilisasi dini pada klien pasca Apendiktomi
Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Keterangan :
P = Prosentase tiap tahap mobilisasi dini
X = Jumlah score seluruh tahap kegiatan mobilisasi dini yang dilakukan perawat
n = Jumlah score seluruh kegiatan mobilisasi
Jumlah score tindakan tiap item dimasukan dalam tabel distribusi frekwensi dandiprosentasikan berdasarkan jumlah responden kemudian data diinterprestasikan.
Selanjutnya hasil perhitungan prosentase dimasukkan ke dalam standar kriteria objektif yaitu:
< 55% = kurang
56% – 75% = cukup
76% – 100% = baik (Arikunto, 1998)
Setelah dikategorikan baik, cukup dan kurang kemudian dipresentasikan dalam bentuk diagram dan dilakukan pembahasan.

3.9 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
3.9.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang bedah Agate RSU dr. Slamet Garut.

3.9.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini mulai dari penyusunan proposal sampai pembuatan laporan penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai Mei 2010, adapun waktu pengumpulan datanya dari bulan Januari sampai dengan Oktober 2009.

3.10 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian membimbing peneliti melalui tahap-tahap yang sistimatis sehingga memudahkan penyelesaian penelitian yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

3.10.1 Tahap Persiapan
3.10.1.1 Menentukan Topik Penelitian
3.10.1.2 Memilih Lahan Penelitian
3.10.1.3 Mengurus Administrasi Penelitian
3.10.1.4 Melakukan Studi Pendahuluan
3.10.1.5 Melakukan Studi Kepustakaan
3.10.1.6 Menyusun Proposal Penelitian
3.10.1.7 Konsultasi Proposal Penelitian
3.10.1.8 Seminar Proposal Penelitian

3.10.2 Tahap Pelaksanaan
3.10.2.1 Meminta Persetujuan dari Direktur RSU Dr. Slamet Garut
3.10.2.2 Melakkukan Observasi Menggunakan Pedoman Observasi
3.10.2.3 Mengumpulkan Hasil Observasi
3.10.2.4 Mengecek Kelengkapan Instrumen Observasi yang Terkumpul
3.10.2.5 Mengolah Dan Menganalisa Data
3.10.2.6 Menarik Kesimpulan Hasil Penelitian

3.10.3 Tahap Akhir
3.10.3.1 Menyusun Laporan Hasil Penelitian
3.10.3.2 Melaksanakan Sidang/Menyampaikan Laporan Hasil Penelitian
3.10.3.3 Mengurus Administrasi Penelitian
3.10.3.4 Melakukan Studi Pendahuluan
3.10.3.5 Melakukan Studi Kepustakaan

3.11 Etika Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian responden terlebih dahulu diberi informed consent yang merupakan surat pernyataan dari calon responden untuk menjadi responden yang sebelumnya peneliti menerangkan maksud dan tujuan dalam penelitian ini serta menjami hak-hak responden. Responden berhak untuk menolak atau tidak bersedia menjadi responden dan peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas responden.

Herni Ermawati
NIM. 0208077

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES KARSA HUSADA GARUT
2010

0 Response to "Bagaimana Gambaran Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Klien Pasca Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU Dr. Slamet Garut?"